Rabu, 03 April 2013

TETAP BERPRESTASI WALAU HAUS AKAN KASIH SAYANG ORANG TUA

NAMA SISWA                     : HALIMATUSSADI’AH
KELAS                                  : XC
ASAL MADRASAH             : MAN I PONTIANAK                   

TETAP BERPRESTASI
WALAU HAUS AKAN KASIH SAYANG ORANG TUA

“ Hujan.” Mengingatkan aku pada sebuah kenangan yang pahit tapi berbuah manis. Naura sungguh ingat kejadian itu dan membekas dibenaknya. Suatu motifasi, kecewa, sedih, senang, dan kasih sayang yang ia rasakan. Naura adalah anak orang kaya, apapun yang ia inginkan akan  segera didapatnya. Kedua orang tua Naura sangat sibuk. Mereka menghabiskan waktu mereka hanya dengan bekerja, bekerja dan bekerja.
Sampai-sampai Naura sering berfikir bahkan sangat sering diucapkannya, walaupun hanya di dalam hati. “Bisakah kalian meluangkan sedikit waktu kalian untukku, walaupun hanya semenit. Subhanallah, sungguh luar biasa bagiku kalau mereka bisa meluangkan waktunya untukku.” Naura berkata dalam hati.
Di keluarga kecil Naura ini, Naura adalah anak satu-satunya. Ia tak mempunyai saudara, ya benar, ia hanya anak sulung dari keluarga yang lebih cukup tapi tidak baginya. Naura adalah sosok gadis yang cerdas dan berprestasi dalam semua mata pelajaran tapi yang sangat ia sukai adalah mata pelajaran fisika. Telah beberapa kali ia mengikuti lomba dan Allhamdulillah ia selalu menang. Naura tidak lupa bersyukur kepada Allah yang memberikan untuknya sebuah prestasi yang luar biasa.
Naura demikian karena ia selalu membaca, belajar dan ia selalu ingin tahu segala hal yang ia kira itu sangat membuat ia penasaran. Mencari sampai dapat yang menurutya itu adalah sebuah ilmu bagaikan sebuah harta yang tak ada gantinya. Ia tidak lupa selalu tawakal dan beribadah berdoa. Naura banyak mendapatkan penghargaan bahkan sebuah gelar anak yang berprestasi dalam hal ilmu pengetahuan bahkan mendali pun pernah ia dapatkan. Walaupun baru 2 kali ia mendapatkannya, itu sungguh luar biar biasa baginya.
Ia akan selalu maju, maju, dan terus maju. Ia tidak pernah lupa dengan doa, memohon kepada tuhan selalu diberikan ilmu yang sangat berguna bagi masa depan  dan meraih cita-cita yang ingin digapainya. Ia selalu semangat dalam belajar, baginya belajar itu sangat luar biasa manfaatnya. Dengan belajar dan membaca, kita mendapatkan ilmu pengetahuan yang Masya Allah. Ilmu pengetahuan itu sangat bermanfaat bagi kita, bagi genenerasi muda. Naura sangat yakin akan hal itu. Naura berkata, “Siapa lagi yang akan meneruskan bangsa ini, kalau bukan kita sebagai generasi muda yang berprestasi.”
Naura sangat membutuhkan support dari orang tua dan kasih sayangnya. Baginya untuk menggapai prestasi, yang membuat mereka bangga, orang tua mana yang tidak senang, melihat anaknya  dapat meraih prestasi. Ia sangat berharap orang tuanya selalu memberi motifasi yang kuat dan bermanfaat bagi kemujan prestasinya. Tapi apa yang terjadi. Orang tuanya tidak pernah perduli malah sibuk sendiri dengan urusan mereka sendiri. Inilah yang membuat Naura selalu merasa sedih.
Batin Naura, “Kapan ibu dan ayahku punya sedikit saja waktu untukku. Mereka hanya sibuk sendiri, tak pernah ingat dengan diriku. Pergi pagi pulang malam.”
Inilah kenyataannya, sebelum Naura bangun dari tidurnya, orang tuanya sudah berkemas berangkat ke kantor. Malam hari, Naura sudah terlelap dalam mimpi, orang tuanya baru pulang dari kantor.
“Mereka telah melupakan aku. Ayah, Ibu, sebegitu lupakah kalian dan sebegitu sibukkah kalian sehingga benar-benar aku dianggap tidak ada. Aku butuh support dari kalian,” Naura berkata dalam hati. Tanpa ia sadari setetes air mata jatuh dari mata indahnya itu. Ia bergegas ke kamar mandi dan mengambil air wudhu kemudian melaksanakan shalat shubuh. Ia tidak lupa selalu mendoakan orang tuanya.
Sebagai siswa yang berprestasi dan selalu haus akan ilmu pengetahuan, setelah shalat shubuh, Naura selalu menyempatkan diri untuk belajar. Walaupun hanya sebentar, itu sangat berharga bagi dirinya. Untuk belajar, menuntut ilmu hanya 2 kuncinya kalau mau menjadi anak yang berprestasi yaitu taat dan patuh kepada guru. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan Naura dalam menuntut ilmu.
Saat matahari sudah terbit. Naura langsung membuka gorden jendelanya dan ia mengatakan fajar telah datang, hari baru, pelajaran baru, pelajaran baru, dan semangat yang membara. Senyuman manis Naura berikan kepada dunia, “Good morning world.”
Naura segera bergegas dan berlari ke kamar mandi. Ya, mandi pagi segarkan diri. Setelah itu bersiap siap, berangkat ke sekolah. Ia berlari turun dari tangga untuk menuju ke meja makan karena begitu bersemangatnya, Naura hampir terpeleset.
“Pagi bi’ imah,” sapa Naura pada sesosok tubuh yang sudah berumur sekitar 50-an tahun. Bi imah adalah, pembantu di rumahku, sudah 11 tahun ia bekerja di rumahku. Aku selalu menganggapnya sebagai nenek ku sendiri. Setiap pagi, ia selalu menyiapkan sarapan bagi kami sekeluarga. Dua potong roti habis ku lahap bahkan segelas air jeruk, aku minum sambil berdiri. Tidak apalah yang penting hari ini aku sangat bersemangat. Kemudian, Naura memanggil pak Amat. Pak amat adalah seorang supir yang selalu siap dan patuh dengan majikannya. Ia sudah lama bekerja pada orang tuaku. Mungkin sudah 14 tahun. Aku sudah menganggapnya sebagai pamanku sendiri. Pak Amat selalu siap mengantarku ke sekolah.
“Pak, mobilnya sudah dipanaskan pak?” Tanya Naura kepada pak Amat.
“Sudah non Naura, sudah bapak siapkan dari tadi,” jawab pak Amat.
Orang tuaku berangkat ke kantor membawa mobil sendiri. Aku langsung masuk ke dalam mobil dan menghidupkan musik kesukaanku. Setiap aku di dalam mobil, aku memang selalu menghidupkan musik. Musik yang enak di dengar sajalah, aku tersenyum pada pak Amat.
Setelah aku sampai di sekolah, aku langsung menuju ke perpustakaan karena aku akan meminjam buku fisika yang sangat aku senangi. Setelah aku meminjam buku, di jalan aku bertemu salah seorang sahabatku yaitu Ayu. Kami berdua sangat gila dengan ilmu pengetahuan. Ternyata ia juga baru datang.
Morning Yu,” sapaku pada Ayu.
Morning juga Naura, baru datang?” balas Ayu.
“Yaaa. Begitulah, keliatannya Yu,” kata Naura.
Kami segera masuk kelas. Kami satu kelas yaitu kelas yang Alhamduliillah, kelas 11 yang terbaik dan terfavorit yaitu kelas XI IPA I yang kami banggakan. Banyak dari sekian banyak siswa mengatakan bahwa kelas kami adalah kelas yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai  prestasi yang tinggi. Tetapi, walau semua bilang begitu, kami 1 kelas, tetap rendah hati dan harus selalu memberikan contoh yang baik.
Memang, ilmu itu sangat–sangat berharga, tidak ingin sedikit pun, aku menginginkan pelajaran yang telah, guru sampaikan,  ketinggalan. Sangatlah rugi bagiku kalau kita ketinggalan materi karena tidak memperhatikan guru. Itu sangat fatal akibatnya. Dengan memperhatikan kita menjadi tahu, kalau tidak memperhatikan kita rugi besar.
Setelah bel berbunyi, kami berdua dengan Ayu selalu menyempatkat diri ke perpustakaan. Apalagi kalau hendak membaca dan mencari ilmu. Selesai istirahat, kami kembali masuk kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Pada saat pelajaran berlangsung, aku di panggil oleh kepala sekolah. aku bergegas meminta izin dengan guru yang mengajar di kelas untuk meminta izin keluar. Sambil berjalan menuju ruang kepala sekolah, Naura berpikir keras mengapa dia dipanggil oleh kepala sekolah. Aku segera mengetok pintu.
“Assalamua’laikum, permisi pak, bolehkah saya masuk?” kata Naura dengan sopan.
“Waalaikum salam. Masuklah,” balas pak Samsir.
“Bapak memanggil saya?” tanya Naura ragu.
“Ya. Saya memanggil kamu. Duduklah,” pak Samsir menyuruhku duduk. Aku bertanya-tanya dalam hati, “Ada apa ya, pak Samsir memanggilku?”
“Begini nak, bapak dengar kamu adalah murid yang paling berprestasi di sekolah ini khususnya kelas XI IPA I. Saya ingin mendaftarkan kamu untuk mengikuti olimpiade mata pelajaran fisika di Singapura. Apakah kamu bersedia?” tanya pak Samsir kepadaku. Aku terkejut dengan apa yang pak Samsir katakan. Bukan main senangnya hatiku sampai tak terasa air mataku menetes dan rasa syukur yang pertama aku ucapkan. Setelah aku tenang. Barulah aku menjawab pertanyaan pak Samsir.
“Ya pak, saya bersedia mengikuti olimpiade fisika itu. Saya merasa senang  dengan  kabar itu pak sekaligus kepercayaan sekolah kepada saya.”
Setelah itu, pak Samsir memberiku surat yang harus diketahui orang tuaku sekaligus permintaan persetujuan dari mereka. Sampai di rumah, aku akan segera memberi tahu orang tuaku tentang kabar gembira ini batinku penuh dengan rasa gembira. Tetapi apa yang kutemui sampai di rumah?
Harapanku hilang, mereka belum pulang dari kantor. Aku mencoba hubungi mereka tetapi kecewa yang kudapat. Hp mereka sibuk, berkali-kali aku menghubungi mereka, tetap saja tidak bisa dihubungi dan selalu sibuk. Karena lelah akhirnya aku tertidur di sofa sampai larut malam.
“Non Naura? Tuan dan nyonya sudah pulang, non,” Bi Imah membangunkanku.
Aku bergegas bangun dan membukakan mereka pintu dengan membawa surat itu. Tetapi apa! Kecewa dan amarah, aku dapatkan lagi. Aku memberikan surat itu kepada mereka.
“Naura, kami capek!” kata ibunya dengan ketus.
“Besok pagi saja kami membaca surat ini dan kabar gembiranya diceritakan besok sajalah,” sambung ayahnya sambil menyerahkan kembali surat ijin itu kepada Naura.
“Tapi …” protes Naura.
“Sudah! Besok pagi saja!” mereka memotong perkataanku.
Aku sungguh kecewa dengan perkataan mereka tadi. Amarah dan kecewa yang kurasakan semakin menjadi-jadi tetapi aku harus tetap sabar. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku sudah bersiap-siap untuk berangkat sekolah dan  duduk di sofa menunggu mereka. Padahal aku sudah siap benar mau berangkat ke sekolah tetapi mereka belum juga muncul di ruang makan. Akhirnya, aku menghampiri mereka. Aku memberikan surat itu untuk kedua kalinya.
“Surat apa ini, Naura?” tanya ibu kepadaku.
“Ini adalah surat dari kepala sekolah, bu. Tolonglah ibu baca dahulu,” kata Naura berharap surat itu dibaca oleh ibunya.
Sudah lama aku tidak berkumpul bersama kedua orang tuaku seperti saat ini. Kesedihanku sudah sedikit terobati. Setelah mereka membaca surat itu, mereka memelukku dengan erat. Itu adalah sebuah pelukan yang hangat dan pelukan kasih sayang untukku. Bukan main gembiranya aku pagi ini. Ya Allah, sudah lama aku tidak mendapat pelukan sehangat itu.
“Naura, kami bangga denganmu. Kamu adalah anak yang kami banggakan. Bagaimana mungkin, kamu bisa berprestasi seperti ini nak? Sampai-sampai kamu akan pergi ke Singapura untuk mengikuti olimpiade fisika. Walaupun kami tahu, kami sangat bersalah kepada Naura. Waktu kami untukmu, sangatlah terbatas. Kami selalu disibukkan dengan pekerjaan kami,” kata ayahku dengan suara lembut.
“Maafkan kami, ya nak,” ibu meminta maaf kepadaku. Tanpa mereka sadari, mereka mengeluarkan air mata dan  aku terharu dengan semua itu.
“Iya, ayah dan ibu. Naura sudah memaafkan ayah dan ibu. Naura tahu, ayah dan ibu sangat sibuk. Naura juga paham apabila ayah dan ibu mencari nafkah demi Naura. Naura menyadari apabila waktu ayah dan ibu hanya sedikit untukku,” jawab Naura dengan terharu.
“Iya, nak. Ibu dan ayah sangat sibuk dan hanya memikirkan pekerjaan tanpa pernah memikirkanmu,” sahut ibu.
“Naura tahu itu, ibu. Naura hanya ingin mendapat kasih sayang dari ayah dan ibu serta suport dan sebuah motivasi yang kuat agar Naura selalu semangat dalam belajar. Itu saja yang Naura harapkan,” jawab Naura dengan penuh harap.
Satu Minggu kemudian, tanggal 3 November adalah hari yang menegangkan bagiku. Itu adalah hari diadakannya lomba olimpiade fisika. Waktu shubuh itu, aku tidak lupa shalat terlebih dahulu, berdoa dan memohon diberi kemudahan dalam menjawab soal serta selamat dalam perjalanan menuju Negara Singa Putih. Setelah shalat subuh itu, aku bergegas dan berkemas untuk, berangkat ke bandara. Yang paling aku senangi adalah hari ini kedua orang tuaku  meluangkan waktunya untuk, mengantarku ke bandara. Mereka, memberiku suport dan motivasi untuk kemenanganku. Setelah sampai di bandara, aku segera berkumpul dengan rombongan yang lainya dan berangkat.
Sesampaiku di Singapura, aku sangat tegang. Aku mencoba untuk tenang. Sebelum mengisi soal, aku berdoa lebih dahulu.
Jam 15.00 waktu setempat adalah waktu dimana hasil akan diumumkan oleh panitia lomba olimpiade. Semua peserta disuruh berkumpul di aula yang sudah disiapkan. Setelah dibacakan hasilnya, bukan main terkejutnya aku mendengar bahwa namaku yang disebut sebagai juara satu. Rasa syukur tak lepas aku ucapkan di dalam hati. Setelah itu, aku mendapat piagam, mendali emas dan uang pembinaan  sebagai hadiah kemenanganku. Setelah itu, aku langsung menelfon kedua orang tuaku yang berada di Indonesia dan mengabarkan kemenanganku. Mereka sangat gembira dengan kabar itu.
Rombongan kami tiba kembali di tanah air. Banyak orang tua mereka yang sudah menunggu anak-anaknya yang berprestasi itu, salah satunya adalah orang tuaku. Kedua orang tuaku menyambut dan memanggil namaku.
“Naura,” panggil ayah dan ibu kepadaku.
Ekspresi wajah mereka menggambarkan kalau mereka sangat senang dan bangga kepadaku. Aku langsung berlari dan menghampiri mereka.
“Ayah, ibu, aku menang,” teriak Naura kepada ayah ibunya dengan kegirangan.
Air mata keluar dari mata ibuku tanpa ia sadari. Mereka memelukku dan berjanji akan selalu mengasihi, memberi motivasi serta meluangkan waktu untukku. Naura mengucapkan terima kasih Allah atas kebesaran-Nya yang telah membuka pintu hati ayah dan ibunya untuk mengingat Naura. Naura berjanji dalam hati akan terus belajar, belajar, dan belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar