Rabu, 03 April 2013

KUN FAYAKUUN


KUN FAYAKUUN
oleh: Diono, SMAN 6 Ptk

Gelap merambah malam seketika orang-orang lagi asyik tidur dengan selimut yang empuk. Udara memang sangat sejuk, menggigit tulang, menusuk-nusuk persendian. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 03.00. Waktu yang masih awam untuk melakukan aktivitas bagi segelintir manusia. Rumput-rumput masih basah diselimuti oleh embun, kebisingan tak lagi terdengar oleh telinga dan tempat ini bagaikan kota mati.
    “tring......tring......!”ku lihat handphone mini ini berdering tanda ada pesan masuk.
“sudah bangun Na? Yuk kita Qiyamullail”, pesan SMS dari Hasbi. Memang aku sudah bangun, tapi untuk melakukan shalat malam sungguh sulit bagiku. Karena aku tidak terbiasa melakukannya, aku terbangun disubuh ini karena aku tidak bisa tidur. Badan ini sangat gerah, tidak seperti biasanya tubuh ini masih terlelap dalam kesunyian malam. Malam ini aku terbangun.
    Rumah Hasbi tidak terlalu jauh dari rumahku, rumah kami hanya dibatasi oleh pagar yang tidak terlalu tinggi.
    Kubuka jendela dan terlihat oleh mata ini, dari kejauhan ku pandang seorang yang bernama Hasbi lagi melakukan shalat malam tampak dari jendela kamarnya.
    Hasbi terkenal pemuda yang shaleh dan rajin. Dia merupakan anak yang sederhana kehidupannya dan ia tinggal bersama kedua orang tuanya.
    Selang beberapa jam, tanpa kusadari. “ALLAHUAKBAR......ALLAHUAKBAR!”  terdengar suara lantunan adzan subuh yang merdu olehku. Aku pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh ini yang kotor.
     Setelah itu ku ambil  mukenah yang tergantung disebelah lemari yang besar. Dengan sigap langkah kaki keluar menuju masjid. Disana sudah siap-siap sebagian umat muslim untuk melakukan shalat subuh. Aku pun duduk di saf pertama dibagian saf perempuan.
     Sepulang shalat aku menyapa Hasbi di jalan. Kami bersama-sama pulang sambil berbincang-bincang. Ya, aku dan Hasbi adalah sahabat dari kecil mulai SD sampai SMA. Persahabatan kami sangat kental sekental secangkir kopi susu, tapi kami berbeda nasib.
   Kehidupan yang kujalani berbanding jauh dari kehidupan Hasbi. Ia anak seorang pemulung, sedangkan aku adalah anak seorang pengusaha properti ternama di kota besar. Meskipun kami beda kelas, tapi itu tidak ada problem bagiku.
   Seperti biasanya, sepulang shalat subuh. Hasbi akan mencari barang-barang bekas di sudut jalan. Hasbi menjadi pemulung untuk membiayai sekolahnya, dia tidak ingin membebankan kedua orang tua yang menyayangi dia hingga dewasa. Hasbi memang anak yang patuh dan sayang kepada orang tua.
    “Bi....! setelah setelah dewasa nanti apa cita-citamu?” Tanyaku padanya dengan suara lirih.
Dengan memegang sebuah besi pengait dan sebuah bakul yang berukuran sedang telah digendongnya ,” cita-citaku ingin membahagiakan orang tua,”jawabnya dengan semangat.
“Oh! Cita-cita yang sangat mulia bagi seorang pemulung,”Ungkapku.
     Matahari mulai menyingsing menampakkan sebagian sinarnya yang kekuning-kuningan dan bersiap-siap menyinari bumi. Aku akan membantu sahabatku ini mencari barang bekas di tempat pembuangan. Sekali-sekali kukais tong sampah ini, tapi tubuh ini terasa canggung karena bukan pekerjaan yang biasa kulakukan. “Ah....masak bodoh, yang penting aku bisa meringankan bebannya,” suara hati ini bernyanyi.
   “Kelihatannya disini tidak ada sampah yang bisa dimanfaatkan, mari kita pulang saja !”Kataku mengajak Hasbi untuk pulang.
Oh, Biarpun tidak ada sampah yang bisa dimanfaatkan, buatlah diri kita yang bermanfaat bagi orang lain!” Seru Hasbi menolak untuk pulang.
   Pada pagi ini memang tidak banyak sampah yang bisa dimanfaatkan di lorong jalan  ini.Semuanya hanyalah sampah jalanan yang benar-benar sudah menyampah berserakan di sudut-sudut jalan.
   “Na, kalau kamu mau pulang silahkan pulang duluan! Aku ingin menyapu jalanan ini biar bersih.
   eumb...! Tidak, aku tidak tega melihatmu sendirian membersihkan jalan ini. Aku akan membantumu”.Ya sudah kalau begitu”.
   Dengan udara yang masih dingin, lebih dingin dari kutub dan dinginnya Karang es yang ditabrak oleh kapal TITANIC, Hasbi tetap saja ingin menjadikan jalan ini bersih. Baginya kebersihan ialah sebagian dari Iman.
  Sungguh mulia niat sahabatku ini, dengan kondisi bagaimanapun dia tetap saja ingin melakukan yang terbaik buat dirinya dan orang lain. Padahal, nanti siang adalah hari yang menegangkan. Ya,tepat pukul 09.00 pagi, kami nanti akan mengambil hasil kelulusan.
   Tapi entah dengan sahabatku ini. Sepertinya dia tidak ada biaya untuk menebus buku-buku yang belum dibayarnya,” kulihat dari raut wajahnya yang lemas. Aku kasihan melihatnya.
   Pagi ini tidak ada penghasilan buat Hasbi, karena tidak ada yang bisa didapatkan dari usahanya. Dalam keadaan seperti ini kulihat wajahnya masih berseri bertanda tidak ada masalah baginya.
  “Bi, kamu capek ya? Istirahat dulu sana!” Tanyaku dengan iba.
   “Tidak Na, aku menikmati pekerjaanku”.
    “Jangan terlalu capek nanti kamu sakit”.
     “Kamu tenang saja Na!” Aku sudah terbiasa dengan pekerjaan ini.
      Hasbi memang anak yang ulet, dia tahu hari ini tidak bisa mendapatkan uang. Tetapi kerja kerasnya membuatnya tenang. Keringatnya mulai bercucuran, kuberikan handuk kecil ini padanya.”Nih, bersihkan keringatmu”. Terima kasih Na,” Katanya bersyukur.
Kami memang sahabat bagaikan adik dan kakak yang saling mengasihi.
    Jam tanganku menunjukkan pukul 07.00. Kami pun pulang ke Rumah masing-masing, tidak ada barang yang kami bawa pulang untuk dijual. “Nanti kita pergi ke Sekolah sama-sama ya!” Ajakku pada Hasbi. “Ya, aku tunggu ditempat biasa”.
   Teng.....jam 08.00, kami berangkat ke Sekolah bersama-sama. “Tuk....tok..tuk..”, Suara sepatu Bu Riri menuju kelas kami. “Hari ini kita akan membagikan hasil kelulusan ujian, semoga kalian lulus dengan nilai yang memuaskan,” kata Ibu Riri sambil menenteng amplop tanda kelulusan. Dan kami semua mengaminkannya,” Aminnn.....!
“Ibu tidak akan membagikan hasil ujian ini bagi yang belum melunasi buku-buku yang terutang,” Peringatan Bu Riri yang agak rewel.
 “Aduh! Gimana ini, aku kan belum punya uang untuk membayar,” Suara hati Hasbi menggumam.
   “Ada apa Hasbi ? kok kamu kelihatan bingung,”Tanyaku padanya.
“Emmmm...begini Na, aku belum punya uang untuk melunasi hutang-hutangku,” Dengan nada sedih Hasbi mengutarakannya padaku.
“Kamu tenang saja, aku akan membantumu,”
“Jangan Na, aku tidak mau merepotkanmu,”
“Tidak apa-apa, aku tidak merasa direpotkan. Kamu adalah satu-satunya sahabatku yang baik. Aku akan selalu membantumu teman,”
“Terima kasih Na, kamu sudah baik padaku,” Ucapnya berterima kasih pada Hasna.
     Kuberikan sebagian uang ini kepada Hasbi untuk mengambil amplop kelulusan. Hasbi siswa yang paling terakhir mendapatkan amplop ini, karena ia baru membayar sisa utangnya.
   Alhamdulillah.......kubuka amplop punyaku tertera lulus dengan yang memuaskan. Padahal nilai keseharianku tidak begitu bagus. Giliran sahabatku Hasbi mendapatkan amplop. Dan dibukanya dengan penuh was-was. “Sret...,”suara ujung amplop dibukanya.
Seketika itu juga wajah  Hasbi berubah merah, bertanda ada yang tidak bagus dengan hasil amplop yang dibukanya.
“Ada apa Bi?” Tanyaku dengan heran.
“Hasilnya!”.....
“Ada apa dengan nilaimu, kamu tidak lulus?.
“Bukan!” Aku lulus, tapi nilai ujianku tidak begitu bagus,” Ungkapnya.
Dengan hati yang sedih, kulihat matanya meneteskan air mata bertanda sedih.
“Kamu yang sabar ya teman,” pujukku menenangkannya. Aku terheran dengan Hasbi, padahal dia anak yang rajin.Tapi mengapa hasil ujiannya tidak memuaskan.
    Kami pun pulang bersama lagi dengan perasaan sedih, lagi-lagi kepulangan kami ke Rumah dengan kepala tertunduk. Karena sahabatku mendapatkan nilai ujian yang rendah. Dalam hatinya ia berkata,”Ya ALLAH, sesungguhnya aku bingung dengan keadaanku,” Apa yang harus aku katakan kepada orang tuaku di rumah.
   Hasbi juga bingung karena untuk melanjutkan kuiah di Perguruan Tinggi sulit sekali baginya. Dengan nilai yang cukup, selain itu masalah ekonomi yang menjdi persoalannya.
   Aku merasa semakin iba kepadanya, terus kami langkahkan kaki pulang ke Rumah. Tiba-tiba langkah kaki berhenti, kami terkejut. Karena didepan rumah Hasbi banyak sekali mobil berplat Dinas. Disamping rumah juga ada wartawan lengkap dengan bawaannya.” Ada apa ini? Tanya kami kaget.
   “Assalamu’alaikum” Ucapan salam kami.
“Wa’alaikumsalam,” Serentak balasan salam dari orang-orang yang berada didalam rumah Hasbi.
   “Ada apa ibu?” Kok ramai benar orang di rumh kita?, Tanya Hasbi pada ibunya.
“Iya nak, Ini adalah orang-orang Dinas dari Kota Pontianak.
“Memangnya mereka mau ngapain disini?”
“Selamat nak, Mereka mau memberikan penghargaan kepadamu. Karena kamu telah berkontribusi dalam kebersihan kota ini, kamu mendapatkan penghargaan KALPATARU dari kepala Dinas Kebersihan di Kota.
“Alhamdulillah ya Allah!” sujud syukur Hasbi bertanda terima kasihnya kepada Allah.
   Hal yang tidak diduga, hari ini Hasbi seorang yang rajin dan ulet telah mendapatkan penghargaan dari Dinas Kebersihan diusia yang masih sangat muda.Sungguh prestasi yang membanggakan.
   Kepala Dinas akan memberikan beasiswa kepada Hasbi, berupa uang sebesar sepuluh juta rupiah. Plus dikuliahkan gratis hingga selesai di Perguruan Tinggi ternama yang berada di Amerika.
   Hasbi kelihatan bahagia, usahanya terbayar lunas hari ini. Aku pun juga ikut senang , air mata kesedihan berubah menjadi air mata keceriaan.Tampak berbinar-binar bola matanya tak dapat  menahan haru.
   “Terima kasih ya Na,” Kau memang sahabatku yang baik, berkatmu jugalah aku bisa mendapatkan penghargaan ini. Dirimu selalu setia menemaniku disaat aku susah dan senang,” Ungkap Hasbi kepadaku.
“Iya sama-sama Bi, aku juga senang melihatmu bahagia,”
   Sekarang aku baru sadar, bahwa Allah telah merajut kehidupan seseorang Hamba. Ia telah telah memberikan keindahan pada waktunya. Dari perjuangan anak muda yang shaleh , rajin dan tidak pernah kenal menyerah telah Allah balas dengan beribu-ribu kebaikan. Hanya berniat untuk membersihkan jalan raya, membuat Hasbi mendapatkan yang lebih, sungguh tidak diduga sebelumnya. Allah akan membalas satu kebaikan dengan sepuluh kali lipat bahkan bisa lebih dari itu. Allah hanya berkata Kun fayakuun, maka terjadilah.
   Aku harus banyak belajar dari sahabatku ini. Semoga ini bisa menjadi pelajaran berharga buatku dan untuk kalian semua. Semangatlah para pejuang dijalan Allah, jangan pernah menyerah pada dirimu. Kau adalah apa yang kau inginkan, kalau kata kamu bisa pasti bisa. Karena Allah tergantung prasangka hambanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar