KUN
FAYAKUUN
oleh: Diono, SMAN 6 Ptk
Gelap
merambah malam seketika orang-orang lagi asyik tidur dengan selimut yang empuk.
Udara memang sangat sejuk, menggigit tulang, menusuk-nusuk persendian. Kulihat
jam dinding menunjukkan pukul 03.00. Waktu yang masih awam untuk melakukan aktivitas
bagi segelintir manusia. Rumput-rumput masih basah diselimuti oleh embun,
kebisingan tak lagi terdengar oleh telinga dan tempat ini bagaikan kota mati.
“tring......tring......!”ku lihat handphone
mini ini berdering tanda ada pesan masuk.
Rumah Hasbi tidak terlalu jauh dari
rumahku, rumah kami hanya dibatasi oleh pagar yang tidak terlalu tinggi.
Kubuka jendela dan terlihat oleh mata ini,
dari kejauhan ku pandang seorang yang bernama Hasbi lagi melakukan shalat malam
tampak dari jendela kamarnya.
Hasbi terkenal pemuda yang shaleh dan
rajin. Dia merupakan anak yang sederhana kehidupannya dan ia tinggal bersama
kedua orang tuanya.
Selang beberapa jam, tanpa kusadari.
“ALLAHUAKBAR......ALLAHUAKBAR!”
terdengar suara lantunan adzan subuh yang merdu olehku. Aku pun bergegas
ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh ini yang kotor.
Setelah itu ku ambil mukenah yang tergantung disebelah lemari yang
besar. Dengan sigap langkah kaki keluar menuju masjid. Disana sudah siap-siap
sebagian umat muslim untuk melakukan shalat subuh. Aku pun duduk di saf pertama
dibagian saf perempuan.
Sepulang shalat aku menyapa Hasbi di
jalan. Kami bersama-sama pulang sambil berbincang-bincang. Ya, aku dan Hasbi
adalah sahabat dari kecil mulai SD sampai SMA. Persahabatan kami sangat kental
sekental secangkir kopi susu, tapi kami berbeda nasib.
Kehidupan yang kujalani berbanding jauh dari
kehidupan Hasbi. Ia anak seorang pemulung, sedangkan aku adalah anak seorang
pengusaha properti ternama di kota besar. Meskipun kami beda kelas, tapi itu
tidak ada problem bagiku.
Seperti biasanya, sepulang shalat subuh.
Hasbi akan mencari barang-barang bekas di sudut jalan. Hasbi menjadi pemulung
untuk membiayai sekolahnya, dia tidak ingin membebankan kedua orang tua yang
menyayangi dia hingga dewasa. Hasbi memang anak yang patuh dan sayang kepada
orang tua.
“Bi....! setelah setelah dewasa nanti apa
cita-citamu?” Tanyaku padanya dengan suara lirih.
Dengan
memegang sebuah besi pengait dan sebuah bakul yang berukuran sedang telah
digendongnya ,” cita-citaku ingin membahagiakan orang tua,”jawabnya dengan
semangat.
“Oh!
Cita-cita yang sangat mulia bagi seorang pemulung,”Ungkapku.
Matahari mulai menyingsing menampakkan
sebagian sinarnya yang kekuning-kuningan dan bersiap-siap menyinari bumi. Aku
akan membantu sahabatku ini mencari barang bekas di tempat pembuangan.
Sekali-sekali kukais tong sampah ini, tapi tubuh ini terasa canggung karena
bukan pekerjaan yang biasa kulakukan. “Ah....masak bodoh, yang penting aku bisa
meringankan bebannya,” suara hati ini bernyanyi.
“Kelihatannya disini tidak ada sampah yang
bisa dimanfaatkan, mari kita pulang saja !”Kataku mengajak Hasbi untuk pulang.
“Oh, Biarpun tidak ada
sampah yang bisa dimanfaatkan, buatlah diri kita yang bermanfaat bagi orang
lain!” Seru Hasbi menolak untuk pulang.
Pada pagi ini memang tidak banyak sampah
yang bisa dimanfaatkan di lorong jalan
ini.Semuanya hanyalah sampah jalanan yang benar-benar sudah menyampah
berserakan di sudut-sudut jalan.
“Na, kalau kamu mau pulang silahkan pulang
duluan! Aku ingin menyapu jalanan ini biar bersih.
“eumb...!
Tidak, aku tidak tega melihatmu sendirian membersihkan jalan ini. Aku akan
membantumu”.Ya sudah kalau begitu”.
Dengan udara yang masih dingin, lebih dingin
dari kutub dan dinginnya Karang es yang ditabrak oleh kapal TITANIC, Hasbi
tetap saja ingin menjadikan jalan ini bersih. Baginya kebersihan ialah sebagian
dari Iman.
Sungguh mulia niat sahabatku ini, dengan
kondisi bagaimanapun dia tetap saja ingin melakukan yang terbaik buat dirinya
dan orang lain. Padahal, nanti siang adalah hari yang menegangkan. Ya,tepat
pukul 09.00 pagi, kami nanti akan mengambil hasil kelulusan.
Tapi entah dengan sahabatku ini. Sepertinya
dia tidak ada biaya untuk menebus buku-buku yang belum dibayarnya,” kulihat
dari raut wajahnya yang lemas. Aku kasihan melihatnya.
Pagi ini tidak ada penghasilan buat Hasbi,
karena tidak ada yang bisa didapatkan dari usahanya. Dalam keadaan seperti ini
kulihat wajahnya masih berseri bertanda tidak ada masalah baginya.
“Bi, kamu capek ya? Istirahat dulu sana!”
Tanyaku dengan iba.
“Tidak Na, aku menikmati pekerjaanku”.
“Jangan terlalu capek nanti kamu sakit”.
“Kamu tenang saja Na!” Aku sudah terbiasa
dengan pekerjaan ini.
Hasbi memang anak yang ulet, dia tahu
hari ini tidak bisa mendapatkan uang. Tetapi kerja kerasnya membuatnya tenang.
Keringatnya mulai bercucuran, kuberikan handuk kecil ini padanya.”Nih,
bersihkan keringatmu”. Terima kasih Na,” Katanya bersyukur.
Kami
memang sahabat bagaikan adik dan kakak yang saling mengasihi.
Jam tanganku menunjukkan pukul 07.00. Kami
pun pulang ke Rumah masing-masing, tidak ada barang yang kami bawa pulang untuk
dijual. “Nanti kita pergi ke Sekolah sama-sama ya!” Ajakku pada Hasbi. “Ya, aku
tunggu ditempat biasa”.
Teng.....jam 08.00, kami berangkat ke
Sekolah bersama-sama. “Tuk....tok..tuk..”, Suara sepatu Bu Riri menuju kelas
kami. “Hari ini kita akan membagikan hasil kelulusan ujian, semoga kalian lulus
dengan nilai yang memuaskan,” kata Ibu Riri sambil menenteng amplop tanda
kelulusan. Dan kami semua mengaminkannya,” Aminnn.....!
“Ibu
tidak akan membagikan hasil ujian ini bagi yang belum melunasi buku-buku yang
terutang,” Peringatan Bu Riri yang agak rewel.
“Aduh! Gimana ini, aku kan belum punya uang
untuk membayar,” Suara hati Hasbi menggumam.
“Ada apa Hasbi ? kok kamu kelihatan
bingung,”Tanyaku padanya.
“Emmmm...begini
Na, aku belum punya uang untuk melunasi hutang-hutangku,” Dengan nada sedih
Hasbi mengutarakannya padaku.
“Kamu
tenang saja, aku akan membantumu,”
“Jangan
Na, aku tidak mau merepotkanmu,”
“Tidak
apa-apa, aku tidak merasa direpotkan. Kamu adalah satu-satunya sahabatku yang
baik. Aku akan selalu membantumu teman,”
“Terima
kasih Na, kamu sudah baik padaku,” Ucapnya berterima kasih pada Hasna.
Kuberikan sebagian uang ini kepada Hasbi
untuk mengambil amplop kelulusan. Hasbi siswa yang paling terakhir mendapatkan
amplop ini, karena ia baru membayar sisa utangnya.
Alhamdulillah.......kubuka amplop punyaku
tertera lulus dengan yang memuaskan. Padahal nilai keseharianku tidak begitu
bagus. Giliran sahabatku Hasbi mendapatkan amplop. Dan dibukanya dengan penuh
was-was. “Sret...,”suara ujung amplop dibukanya.
Seketika
itu juga wajah Hasbi berubah merah,
bertanda ada yang tidak bagus dengan hasil amplop yang dibukanya.
“Ada
apa Bi?” Tanyaku dengan heran.
“Hasilnya!”.....
“Ada
apa dengan nilaimu, kamu tidak lulus?.
“Bukan!”
Aku lulus, tapi nilai ujianku tidak begitu bagus,” Ungkapnya.
Dengan
hati yang sedih, kulihat matanya meneteskan air mata bertanda sedih.
“Kamu
yang sabar ya teman,” pujukku menenangkannya. Aku terheran dengan Hasbi,
padahal dia anak yang rajin.Tapi
mengapa hasil ujiannya tidak memuaskan.
Kami pun pulang bersama lagi dengan
perasaan sedih, lagi-lagi kepulangan kami ke Rumah dengan kepala tertunduk.
Karena sahabatku mendapatkan nilai ujian yang rendah. Dalam hatinya ia berkata,”Ya
ALLAH, sesungguhnya aku bingung dengan keadaanku,” Apa yang harus aku katakan
kepada orang tuaku di rumah.
Hasbi juga bingung karena untuk melanjutkan
kuiah di Perguruan Tinggi sulit sekali baginya. Dengan nilai yang cukup, selain
itu masalah ekonomi yang menjdi persoalannya.
Aku merasa semakin iba kepadanya, terus kami
langkahkan kaki pulang ke Rumah. Tiba-tiba langkah kaki berhenti, kami
terkejut. Karena didepan rumah Hasbi banyak sekali mobil berplat Dinas.
Disamping rumah juga ada wartawan lengkap dengan bawaannya.” Ada apa ini? Tanya
kami kaget.
“Assalamu’alaikum” Ucapan salam kami.
“Wa’alaikumsalam,”
Serentak balasan salam dari orang-orang yang berada didalam rumah Hasbi.
“Ada apa ibu?” Kok ramai benar orang di rumh
kita?, Tanya Hasbi pada
ibunya.
“Iya
nak, Ini adalah orang-orang Dinas dari Kota Pontianak.
“Memangnya
mereka mau ngapain disini?”
“Selamat
nak, Mereka mau memberikan penghargaan kepadamu. Karena kamu telah
berkontribusi dalam kebersihan kota ini, kamu mendapatkan penghargaan KALPATARU
dari kepala Dinas Kebersihan di Kota.
“Alhamdulillah ya Allah!” sujud syukur Hasbi bertanda
terima kasihnya kepada Allah.
Hal yang
tidak diduga, hari ini Hasbi seorang yang rajin dan ulet telah mendapatkan
penghargaan dari Dinas Kebersihan diusia yang masih sangat muda.Sungguh
prestasi yang membanggakan.
Kepala Dinas
akan memberikan beasiswa kepada Hasbi, berupa uang sebesar sepuluh juta rupiah.
Plus dikuliahkan gratis hingga selesai di Perguruan Tinggi ternama yang berada
di Amerika.
Hasbi
kelihatan bahagia, usahanya terbayar lunas hari ini. Aku pun juga ikut senang ,
air mata kesedihan berubah menjadi air mata keceriaan.Tampak berbinar-binar
bola matanya tak dapat menahan haru.
“Terima kasih
ya Na,” Kau memang sahabatku yang baik, berkatmu jugalah aku bisa mendapatkan
penghargaan ini. Dirimu selalu setia menemaniku disaat aku susah dan senang,”
Ungkap Hasbi kepadaku.
“Iya sama-sama Bi, aku juga senang melihatmu bahagia,”
Sekarang aku
baru sadar, bahwa Allah telah merajut kehidupan seseorang Hamba. Ia telah telah
memberikan keindahan pada waktunya. Dari perjuangan anak muda yang shaleh ,
rajin dan tidak pernah kenal menyerah telah Allah balas dengan beribu-ribu
kebaikan. Hanya berniat untuk membersihkan jalan raya, membuat Hasbi
mendapatkan yang lebih, sungguh tidak diduga sebelumnya. Allah akan membalas
satu kebaikan dengan sepuluh kali lipat bahkan bisa lebih dari itu. Allah hanya
berkata Kun fayakuun,
maka terjadilah.
Aku harus
banyak belajar dari sahabatku ini. Semoga ini bisa menjadi pelajaran berharga
buatku dan untuk kalian semua. Semangatlah para pejuang dijalan Allah, jangan
pernah menyerah pada dirimu. Kau adalah apa yang kau inginkan, kalau kata kamu
bisa pasti bisa. Karena Allah tergantung prasangka hambanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar