Rabu, 03 April 2013

Nebula


Oleh: Nur Satria Wulandari, SMKN 5 Ptk #juara 1
Siang hari ini seperti kemarin cuaca kurang bersahabat. Sudah sekitar satu bulan terakhir ini hujan tak kunjung turun hingga panas matahari seolah siap membakar kulit. Panasnya sungguh menyengat. Aku duduk di kursi taman di depan kelas ku sembari bernyanyi-nyanyi kecil bersama Juli, Leni,  dan Olga diiringi petikan gitar Leo. Sementara dari ruang guru aku lihat Danang berlari ke arah kami.
“Dimana yang lain?”, tanya Danang dengan nafas terengah-engah.
“Siapa?”
“Oxa, Faris dan Adam. Dimana mereka?”
“Memangnya ada apa?”, tanya ku penasaran.
“Ibu Dita meminta kita untuk berkumpul di ruangan beliau sekarang”
Leo dan Danang pergi mencari Oxa, Faris dan Danang sementara aku, Juli, Leni dan Olga menuju ruangan Ibu Dita. Ibu Dita merupakan salah satu guru kesenian di sekolah ku. Beliau juga yang menjadi pembina ekstrakurikuler paduan suara  SMK Nazaret. SMK Nazaret adalah nama sekolah ku. Salah satu sekolah menengah kejuruan kelompok pariwisata.
Aku menjadi bertanya-tanya sendiri. Ada apa Ibu Dita memanggil kami? Seperti ada sesuatu yang penting hingga Danang terlihat begitu tergesa-gesa. Sedang menaiki anak tangga menuju lantai dua Danang dan lainnya berhasil menyusul kami dan lengkaplah kami bersembilan bersama-sama menemui Ibu Dita. Aku melihat dari mimik wajah Danang, sepertinya ia mangetahui sesuatu. Seperti ada yang ia sembunyikan hingga ia terlihat beda dari biasanya.
“Selamat siang, silakan masuk ..”, kata Ibu Dita menjawab salam kami.
“Ibu langsung saja atau mungkin kalian juga sudah lebih dulu tahu dari Danang bahwa ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang oleh pihak sekolah akan dihapuskan.”
Kami semua saling berpandangan mendengar perkataan Ibu Dita.
“Mengapa? Mengapa akan dihapuskan?”, tanya Leni
“Karena masalah dana dan perlu kalian ketahui bahwa ekskul-ekskul yang akan dihapuskan adalah ekskul yang jarang atau bahkan tidak pernah menyumbang prestasi untuk sekolah.”
“Itu berarti ekskul paduan suara juga akan dihapuskan”, sambung  Juli.
“Kita memang harus mengakui bahwa kita belum pernah menyumbang prestasi untuk sekolah”, kata Olga.
“Tapi Oxa tidak mau ekskul ini dihapuskan”. Oxa lalu memeluk Leni.
“Maafkan Ibu sayang karena Ibu harus memberitahukan kalian bahwa memang ekskul paduan suara akan dihapuskan. Kita adalah nominator pertama karena alasan belum pernah menyumbang piala dan juga karena peminat yang sangat sedikit.”
Aku hanya diam. Sama seperti halnya Faris, Danang, Leo dan Adam. Aku menghela nafas panjang seakan hilang kata-kata. Paduan suara sudah sekitar tiga tahun berdiri. Aku, Leo, Danang dan Leni adalah anggota angkatan pertama. Dulu jumlah kami lebih dari dua puluh siswa hingga satu per satu keluar dengan alasan yang bermacam-macam. Semakin berkurang peminat ekskul ini sejak dibukanya ekskul cheerleader dan breakdance. Banyak siswa  berbondong-bondong lebih memilih mengikuti salah satu dari kedua ekskul tadi.
 Aku masih bertahan karena memang disinilah jiwaku. It’s my passion.
“Tapi kalian jangan patah semangat dulu. Ibu akan tetap berusaha agar ekskul kita bisa dipertahankan”. Ibu Dita mencoba menyemangati kami.
KRING … KRING … KRING …
Bel tanda istirahat selesai pun berdering. Kami semua dipersilahkan untuk kembali ke kelas masing-masing. Aku dan Leni sama-sama di jurusan tata kecantikan. Kami juga sama-sama telah duduk dibangku kelas tiga.
L L L
Aku duduk di dekat jendela kamar ku menikmati aroma hujan pertama yang turun di bulan ini. Aku biarkan jendela kamar ku terbuka. Aku ingin mersakan langsung tetesan kristal suci anugerah Tuhan ini langsung menyentuh tanganku. Sebenarnya aku ingin bermain-main langsung dibawah hujan diluar sana, namun mama pasti tidak mengizinkan ku. Aku ingin kembali mersakan sensasi masa kecilku bermain dibawah guyuran hujan deras bersama papa. Ahh! Sedih setiap kali aku mengingat papa.
“Thella ….”, terdengar suara mama dari balik pintu kamarku.
“Ada apa ma?”, Tanya ku sesaat setelah membuka pintu.
“Di ruang tamu ada Faris dan Adam”
“Iya ma .. Thella kesana sekarang. Terimakasih ma ..”
Mama mengangguk. Aku segera turun menemui keduanya. Dari anak tangga yang terakhir bisa ku lihat dengan  jelas baju keduanya basah. Dari mana saja kedua orang ini?
“Eh.. Thella … kami menumpang berteduh ya .. “, kata Faris.
“Iya .. Memangnya kalian dari mana?”
“Kami mau ke rumah Leo, ada tugas kelompok yang harus kami selesaikan”, jawab Adam.
Tidak lama kemudian mama datang membawakan coklat panas untuk kami bertiga.
“Wah tante tidak perlu repot-repot begini, tapi kalau tante memaksa ya sudah kami juga tidak bisa menolak. Kuenya mana tante?”
“Aduh .. maaf tante Si Faris memang kadang-kadang sering buat malu kalau sedang bertamu”. Adam menginjak kaki Faris.
“Kamu kan jurusan tata boga Faris, kalau mau kue ayo ikut tante ke dapur!”
“Mengambil kuenya tante?”
“Bukan Faris, kamu bantu tante membuat kuenya”
“Aih .. tante”
Kami semua lalu tertawa.
“Oh,iya! Aku ada info yang dari tadi mau aku sampaikan,” kata Adam sambil mencari-cari sesuatu di dalam tasnya.
“Apa?”, tanya ku dan Faris bersamaan.
“Ini baca!!”.
Adam memberikan selembar kertas yang ternyata sebuah selebaran. Aku dan Faris membaca bersama. Isinya tentang SMK Muara Indonesia yang mengadakan lomba paduan suara dalam rangka perayaan ulang tahun sekolah mereka yang ke tiga puluh satu tahun.
“Jika kita bisa memenangkan lomba ini, maka pihak sekolah akan mempertimbangkan ekskul kita lagi agar tidak jadi dihapuskan. Bagaimana?”
“Aku setuju sama kamu Dam! Kamu bagaimana Thel!”
“Aku juga setuju, ini ide yang sangat bagus. Besok langsung saja kita beritahu Ibu Dita dan teman-teman yang lain”
Kami bertiga lalu bersulang, sembari menaruh harapan besar agar kami bisa mengikuti lomba ini dan memenangkannya.
Menunggu hujan reda aku, Faris dan Adam latihan bernyanyi. Aku meminjam gitar Reza abang ku. Karena Faris dan Adam belum mahir bermain gitar, aku yang mengiringi mereka. Kami menyanyikan lagu aku pasti bisa milik Citra Scolastica. Salah satu lagu favoritku. Lagu yang membuat aku kembali bersemangat ketika aku tengah dilanda galau berbagai stadium. Mulai dari galau stadium satu hingga galau stadium lima. :D
Aku ingin lepaskan seluruh beban ku dan ku jalani hidupku dengan senyuman.
J J J
Pagi ini sebelum pelajaran di mulai, pagi-pagi sekali kami berkumpul di ruangan khusus untuk ekskul paduan suara. Ibu Dita yang meminta kami untuk datang ke sekolah lebih awal dari biasanya. Sejak pertama kali bertemu Ibu Dita pagi ini, aku melihat wajahnya berbinar-binar. Sedari tadi ia tidak pernah meninggalkan senyumnya. Ibu Dita terlihat sangat bersemangat.
“Sudah berkumpul semuanya?”, tanya Ibu Dita sambil terlihat tengah menghitung jumlah kami.
 “Baiklah, Ibu akan langsung saja kalian akan sangat sibuk dalam dua minggu ini”., kata Ibu Dita sambil membagi-bagikan kertas. “Kita akan membuktikan pada semua bahwa kita bisa, bahwa kita juga bisa membanggakan SMK Nazaret”
Ternyata Ibu Dita membagikan kertas selebaran seperti yang diperlihatkan Adam kemarin. Teman-teman ku yang lain terlihat sangat antusias dengan kabar ini. Tanpa berlama-lama kami pun bersama-sama mendiskusikan lagu dan konsep yang akan kami tampilkan untuk lomba  nanti.
Sekitar setengah jam berdiskusi kami pun berhasil mendapatkan lagu yang tepat. Mulai hari ini kami akan berlatih dengan intensif untuk hasil yang terbaik. Karena bel tanda masuk telah berdering kami pun berencana akan memulai latihan besok sore.
“Ingat anak-anak lagu kita jangan sampai ada yang tahu, kalian harus berhati-hati”, pesan Ibu Dita sebelum meninggalkan ruangan.
“Aku akan berlatih yang rajin agar bisa tampil maksimal di lomba nanti”, kata Juli.
“Yang terpenting juga kita harus menjaga kekompakkan, jangan sampai ada masalah diantara kita yang mengganggu konsentrasi kita untuk lomba nanti”, sambung Danang.
“Iya Danang benar, jangan lupa juga untuk menjaga kesehatan diri masing-masing!”, kata Olga.
“Juga menjaga agar tetap terlihat tampan!”, Faris berceletuk.
“Huhhhhhh”, kami semua menyorakinya.
Sore harinya kami berkumpul tepat pukul empat di rumah Ibu Dita. Sebenarnya kami bisa saja berlatih di sekolah. Namun untuk menjaga kerahasiaan lagu kami agar sebisa mungkin berbeda dengan lagu peserta lain kami sepakat berlatih di rumah Ibu Dita. Nama grup kami telah di daftarkan Ibu Dita ke panitia lomba siang tadi. Oleh Ibu Dita grup kami diberi nama Nebula.
“Apa itu nebula bu?”, tanya Leo.
“Sekelompok bintang di langit yang nampak seperti kabut bercahaya”.
“Kenapa nebula bu?”, kali ini Adam yang bertanya.
“Nama ini mudah diingat dan ibu berharap kalian nantinya akan menajadi sekelompok bintang yang bercahaya itu”.
Kami semua tersenyum menandakan setuju dengan nama nebula.
Kesempatan sore hari ini kami gunakan untuk melakukan pembagian vokal dan juga posisi. Untuk kostum sudah diserahkan kepada Olga dan Juli yang merupakan siswa tata busana untuk mendesain kostum kami. Jadi kami hanya difokuskan kepada lagu, vokal dan kekompakan kami di atas panggung.
Kami berlatih sekitar dua jam. Aku cukup puas dengan hasil latihan pertama ini. Aku lihat jam tangan ku telah menunjukkan pukul enam lebih lima menit. Aku pun segera pamit untuk pulang. Beberapa teman ku ada yang masih menunggu di jemput.
“Ibu kami pulang duluan ya .. teman-teman aku sama Thella duluan ya .. “, kata Danang sembari menyalami teman-teman satu per satu.
“Hati-hati di jalan”, kata Ibu Dita.
Aku dan Danang tinggal di komplek perumahan yang sama. Hanya berbeda beberapa blok saja. Sejak sekolah menengah pertama aku selalu pergi dan pulang sekolah bersama Danang.
Kurang lebih dua puluh menit aku sampai di rumah. Danang juga langsung pulang ke rumahnya. Biasanya ia singgah untuk sekedar bermain game online bersama Bang Reza.
“Assalamualaikum … “, aku mengucapkan salam.
“Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh .. Dari mana saja kamu Thella?”, tanya Eyang.
“Dia latihan paduan suara eyang”. Aku kaget melihat ada Ririn sepupu yang sejak kecil tidak pernah akur dengan ku yang juga satu sekolah dengan ku.
“Apa? Paduan suara ? Sudah berapa kali eyang bilang kamu tidak boleh bernyanyi. Kamu mau seperti ayah kamu? Jadi penyanyi kafe? Kamu lihat pakah dia bisa mencukupi kebutuhan keluarga kamu? Apa dengan itu keluarga kalian bisa mapan? Kalau punya cita-cita jangan seperti ayah mu! Cita-cita kok jadi artis. Kalau bukan bantuan dari keluarga Ririn kalian tidak bisa tinggal di rumah ini!”
“Tapi bernyanyi itu hanya sekedar hobi eyang”
“Tidak ada alasan ! Kamu tahu nilai kamu itu jelek semua! Kamu sibuk latihan menyanyi untuk lomba tapi tidak pernah mendapat juara. Sebentar lagi kamu akan mengikuti ujian kamu harus fokus belajar”.
“Eyang selalu mempermasalahkan ayah dan menyalahkan ayah. Alasan eyang tidak bisa aku terima. Maaf eyang”. Aku lalu berlari masuk ke kamar ku.
Ini baru hari pertama aku latihan dan eyang mulai lagi dengan kebiasaannya mengatur-ngatur hidupku. Lebih kesal lagi karena Ririn menggagalkan semuanya. Aku berencana untuk menutupi ini semua dari eyang. Ahh! Anak itu memang selalu menghancurkan mimpi-mimpi ku sejak dulu.
L L L
Dua hari lagi pelaksanaan lomba. Aku semakin berdebar-debar saja. Kostum sudah siap. Persiapan kami sudah sekitar 98 %. Yang 2 % lagi adalah persiapan mental menghadapi lawan-lawan kami yang merupakan juara-juara di tahun-tahun sebelumnya.
“Teman-teman!”, seru Olga menghampiri kami yang tengah berkumpul di kantin.
“Kenapa Ga?”
“Oxa! Oxa kecelakaan!”
“Hah? Kok bisa?”, tanya Faris.
“Jadi tadi dia izin keluar untuk membeli sayuran, hari ini dia praktek memasak dan aku tidak tahu bagaimana hingga ia bisa kecelakaaan ..”
“Jadi sekarang dia dimana?”, tanya Leni.
“Kata Ibu Dita dia sekarang sudah ada di rumah sakit”.
“Kita tidak bisa menjenguk dia sekarang, bagaimana kalau pulang sekolah kita semua langsung sama-sama kesana?”, Juli memberi usul.
Kami semua menggangguk.
Pulang sekolah kami langsung menuju rumah sakit. Oxa sudah dipindahkan ke kamar inap. Ia tampak lemah. Tangan dan kakinya di perban. Aku tidak tega melihatnya. Dua hari pelaksanaan lomba dan salah satu dari kami kecelakaan. Juga eyang yang setiap hari mengawasi ku di rumah. Aku harus sering berbohong agar bisa mengikuti latihan. Kadang-kadang aku juga terpaksa tidak ikut berlatih karena eyang. Untung saja teman-teman ku mau mengerti.
“Kalian jangan sedih begitu .. Oxa tidak apa-apa kok .. kata dokter malam ini Oxa sudah boleh pulang”.
“Ia Oxa .. kamu istirahat saja yang banyak”, kata ku semabri mengusap kepalanya.
Hari ini kami tidak latihan sebagai rasa turut berbela sungkawa atas kecelakaan yang menimpa Oxa. Tidak lama telepon genggam ku berdering. Rupanya telepon dari mama.
“Ada apa ma?”.
“Kamu pulang sekarang! Eyang kamu sakit!”
Aku lalu segera mengajak Danang untuk mengantar ku pulang. Eyang memilki riwayat penyakit stroke, aku khawatir terjadi sesuatu padanya. Walaupun kadang-kadang eyang menyebalkan namun aku tetap sayang padanya, karena aku tidak mau kehilangan orang yang aku sayang untuk yang kedua kalinya.
L L L
Hari ini pelaksanaan lomba dan eyang meminta ku untuk tidak boleh pergi kemana pun. Eyang ingin semua anak dan cucunya berkumpul. Oxa masih sakit dan tinggalah kami hanya delapan orang. Rima menjadi personil baru untuk melengkapi jumlah kami karena syarat minimal peserta adalah sepuluh orang. Dua hari yang lalu Ecca juga bergabung untuk menggantikan Oxa. Jika aku tidak boleh pergi maka nebula akan kalah sebelum bertanding.
Aku bingung. Keadaan eyang semakin buruk saja. Aku takut terjadi sesuatu bila aku membuatnya marah dengan tetap pergi meninggalkannya. Aku menelepon Ibu Dita dan ia terdengar panik.
“Thella kamu tahu Ecca mendadak mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas”
“Kamu pergi lah Thella buat eyang bangga!”, kata eyang mengejutkan ku.
Aku tersenyum. Aku mencium keningnya. Lalu segera berlari mengambil tas ku. Lomba akan dimulai setengah jam lagi. Aku meminta Bang Reza untuk mengantarkan ku ke tempat lomba. Aku bahagia sekali. Tapi tanpa Oxa akan kah kami dapat tetap mengikuti lomba?
Ibu Dita langsung menarik tangan ku menuju ruang ganti. Aku segera berganti kostum dan betapa bahagianya aku ketika ku lihat Oxa tampak cantik dengan gaun yang ia kenakan meski ia harus duduk di kursi roda karena kakinya yang belum sembuh benar. Aku memeluknya sambil menangis terharu.
“Terimakasih ya Allah”, gumamku dalam hati.
Nebula mendapat nomor urut dua. Sembari menanti giliran kami, kami menyempatkan diri untuk berlatih sebentar.
“Nebula … semangat!!!!!”, seru kami semua.
Kami naik ke panggung. Oxa dibantu Faris, Adam, Danang dan Leo juga naik ke panggung. Jantungku berdebar-debar melihat banyak orang yang menonton kami. Semua mata tertuju pada kami. Aku lihat di barisan penonton paling depan ada eyang , mama dan keluarga ku yang lain. Aku tidak tahu kapan mereka datang yang jelas aku menjadi semakin bersemangat.
“Kita saksikan inilah dia Nebula dari SMK Nazaret!!”
“Terpujilah Tuhan Maha Kuasa telah kau ciptakan Indonesia raya, negeri yang indah penuh pesona bangsa yang ramah berbudi bahasa”. Aku mendapat giliran pertama menyanyikan lagu himne bahasa Indonesia yang merupakan lagu yang diciptakan oleh Ibu Puji Astuti guru bahasa Indonesia  SMK Negeri 5 Pontianak yang mengizinkan kami menyanyikan lagunya.
Riuh tepuk tangan penonton membuat hati ku bergetar. Selanjutnya Oxa dan kami semua menyelesaikan tugas kami yang aku rasa sudah cukup maksimal.
“Beri tepuk tangan yang meriah untuk Nebula!!!”
Aku tidak berhenti tersenyum. Di belakang panggung keluarga ku telah menunggu ku. Aku memeluk mereka semua. Aku sudah tidak perduli lagi siapa yang akan menjadi pemenang nantinya. Karena aku sudah merasa menjadi pemenang sekarang.
Akhirnya tibalah pengumuman pemenang. Ini saat-saat yang paling mendebarkan bahkan lebih mendebarkan dari saat-saat akan naik panggung tadi. Tanpa berlama-lama perwakilan dewan juri langsung membacakan juara kedua terlebih dahulu. Ternyata dari SMK Muara Indonesia. Sang tuan rumah yang berulang tahun. Aku masih menaruh harapan untuk mendapat juara satu atau minimal tiga.
“Juara tiga jatuh kepada SMK … SMK … SMK Nazaret dengan nama grup nebula!!”
Aku langsung sujud syukur. Walaupun belum berhasil mendapatkan juara pertama namun aku tetap bangga karena jalan yang aku dan teman-teman ku lalui tidak lah mudah.
“Tetap semangat Ibu bangga pada kalian semua!!”
Eyang sangat bangga pada mu sayang, maafkan eyang ya ..”
Aku menangis dan tidak dapat berkata-kata. Kami semua saling berpelukan. Kami berhasil membuat ekskul kami tidak jadi dihapuskan dan aku berhasil membuktikan pada eyang bahwa aku juga bisa berprestasi.
“NEBULA … Jaya!!!!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar