Oleh: Nur Satria Wulandari, SMKN 5 Ptk #juara 1
Siang
hari ini seperti kemarin cuaca kurang bersahabat. Sudah sekitar satu bulan
terakhir ini hujan tak kunjung turun hingga panas matahari seolah siap membakar
kulit. Panasnya sungguh menyengat. Aku duduk di kursi taman di depan kelas ku
sembari bernyanyi-nyanyi kecil bersama Juli, Leni, dan Olga diiringi petikan gitar Leo.
Sementara dari ruang guru aku lihat Danang berlari ke arah kami.
“Dimana
yang lain?”, tanya Danang dengan nafas terengah-engah.
“Oxa,
Faris dan Adam. Dimana mereka?”
“Memangnya
ada apa?”, tanya ku penasaran.
“Ibu
Dita meminta kita untuk berkumpul di ruangan beliau sekarang”
Leo
dan Danang pergi mencari Oxa, Faris dan Danang sementara aku, Juli, Leni dan
Olga menuju ruangan Ibu Dita. Ibu Dita merupakan salah satu guru kesenian di
sekolah ku. Beliau juga yang menjadi pembina ekstrakurikuler paduan suara SMK Nazaret. SMK Nazaret adalah nama sekolah
ku. Salah satu sekolah menengah kejuruan kelompok pariwisata.
Aku
menjadi bertanya-tanya sendiri. Ada apa Ibu Dita memanggil kami? Seperti ada
sesuatu yang penting hingga Danang terlihat begitu tergesa-gesa. Sedang menaiki
anak tangga menuju lantai dua Danang dan lainnya berhasil menyusul kami dan
lengkaplah kami bersembilan bersama-sama menemui Ibu Dita. Aku melihat dari
mimik wajah Danang, sepertinya ia mangetahui sesuatu. Seperti ada yang ia
sembunyikan hingga ia terlihat beda dari biasanya.
“Selamat
siang, silakan masuk ..”, kata Ibu Dita menjawab salam kami.
“Ibu
langsung saja atau mungkin kalian juga sudah lebih dulu tahu dari Danang bahwa
ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang oleh pihak sekolah akan dihapuskan.”
Kami
semua saling berpandangan mendengar perkataan Ibu Dita.
“Mengapa?
Mengapa akan dihapuskan?”, tanya Leni
“Karena
masalah dana dan perlu kalian ketahui bahwa ekskul-ekskul yang akan dihapuskan
adalah ekskul yang jarang atau bahkan tidak pernah menyumbang prestasi untuk
sekolah.”
“Itu
berarti ekskul paduan suara juga akan dihapuskan”, sambung Juli.
“Kita
memang harus mengakui bahwa kita belum pernah menyumbang prestasi untuk
sekolah”, kata Olga.
“Tapi
Oxa tidak mau ekskul ini dihapuskan”. Oxa lalu memeluk Leni.
“Maafkan
Ibu sayang karena Ibu harus memberitahukan kalian bahwa memang ekskul paduan
suara akan dihapuskan. Kita adalah nominator pertama karena alasan belum pernah
menyumbang piala dan juga karena peminat yang sangat sedikit.”
Aku
hanya diam. Sama seperti halnya Faris, Danang, Leo dan Adam. Aku menghela nafas
panjang seakan hilang kata-kata. Paduan suara sudah sekitar tiga tahun berdiri.
Aku, Leo, Danang dan Leni adalah anggota angkatan pertama. Dulu jumlah kami
lebih dari dua puluh siswa hingga satu per satu keluar dengan alasan yang
bermacam-macam. Semakin berkurang peminat ekskul ini sejak dibukanya ekskul
cheerleader dan breakdance. Banyak
siswa berbondong-bondong lebih memilih
mengikuti salah satu dari kedua ekskul tadi.
Aku masih bertahan karena memang disinilah
jiwaku. It’s my passion.
“Tapi
kalian jangan patah semangat dulu. Ibu akan tetap berusaha agar ekskul kita
bisa dipertahankan”. Ibu Dita mencoba menyemangati kami.
KRING
… KRING … KRING …
Bel
tanda istirahat selesai pun berdering. Kami semua dipersilahkan untuk kembali
ke kelas masing-masing. Aku dan Leni sama-sama di jurusan tata kecantikan. Kami
juga sama-sama telah duduk dibangku kelas tiga.
L
L
L
Aku
duduk di dekat jendela kamar ku menikmati aroma hujan pertama yang turun di
bulan ini. Aku biarkan jendela kamar ku terbuka. Aku ingin mersakan langsung
tetesan kristal suci anugerah Tuhan ini langsung menyentuh tanganku. Sebenarnya
aku ingin bermain-main langsung dibawah hujan diluar sana, namun mama pasti
tidak mengizinkan ku. Aku ingin kembali mersakan sensasi masa kecilku bermain
dibawah guyuran hujan deras bersama papa. Ahh! Sedih setiap kali aku mengingat
papa.
“Thella
….”, terdengar suara mama dari balik pintu kamarku.
“Ada
apa ma?”, Tanya ku sesaat setelah membuka pintu.
“Di
ruang tamu ada Faris dan Adam”
“Iya
ma .. Thella kesana sekarang. Terimakasih ma ..”
Mama
mengangguk. Aku segera turun menemui keduanya. Dari anak tangga yang terakhir
bisa ku lihat dengan jelas baju keduanya
basah. Dari mana saja kedua orang ini?
“Eh..
Thella … kami menumpang berteduh ya .. “, kata Faris.
“Iya
.. Memangnya kalian dari mana?”
“Kami
mau ke rumah Leo, ada tugas kelompok yang harus kami selesaikan”, jawab Adam.
Tidak
lama kemudian mama datang membawakan coklat panas untuk kami bertiga.
“Wah
tante tidak perlu repot-repot begini, tapi kalau tante memaksa ya sudah kami
juga tidak bisa menolak. Kuenya mana tante?”
“Aduh
.. maaf tante Si Faris memang kadang-kadang sering buat malu kalau sedang
bertamu”. Adam menginjak kaki Faris.
“Kamu
kan jurusan tata boga Faris, kalau mau kue ayo ikut tante ke dapur!”
“Mengambil
kuenya tante?”
“Bukan
Faris, kamu bantu tante membuat kuenya”
“Aih
.. tante”
Kami
semua lalu tertawa.
“Oh,iya!
Aku ada info yang dari tadi mau aku sampaikan,” kata Adam sambil mencari-cari
sesuatu di dalam tasnya.
“Apa?”,
tanya ku dan Faris bersamaan.
“Ini
baca!!”.
Adam
memberikan selembar kertas yang ternyata sebuah selebaran. Aku dan Faris
membaca bersama. Isinya tentang SMK Muara Indonesia yang mengadakan lomba paduan
suara dalam rangka perayaan ulang tahun sekolah mereka yang ke tiga puluh satu
tahun.
“Jika
kita bisa memenangkan lomba ini, maka pihak sekolah akan mempertimbangkan
ekskul kita lagi agar tidak jadi dihapuskan. Bagaimana?”
“Aku
setuju sama kamu Dam! Kamu bagaimana Thel!”
“Aku
juga setuju, ini ide yang sangat bagus. Besok langsung saja kita beritahu Ibu
Dita dan teman-teman yang lain”
Kami
bertiga lalu bersulang, sembari menaruh harapan besar agar kami bisa mengikuti
lomba ini dan memenangkannya.
Menunggu
hujan reda aku, Faris dan Adam latihan bernyanyi. Aku meminjam gitar Reza abang
ku. Karena Faris dan Adam belum mahir bermain gitar, aku yang mengiringi
mereka. Kami menyanyikan lagu aku pasti bisa milik Citra Scolastica. Salah satu
lagu favoritku. Lagu yang membuat aku kembali bersemangat ketika aku tengah
dilanda galau berbagai stadium. Mulai dari galau stadium satu hingga galau
stadium lima. :D
Aku ingin lepaskan
seluruh beban ku dan ku jalani hidupku dengan senyuman.
J
J
J
Pagi
ini sebelum pelajaran di mulai, pagi-pagi sekali kami berkumpul di ruangan
khusus untuk ekskul paduan suara. Ibu Dita yang meminta kami untuk datang ke
sekolah lebih awal dari biasanya. Sejak pertama kali bertemu Ibu Dita pagi ini,
aku melihat wajahnya berbinar-binar. Sedari tadi ia tidak pernah meninggalkan
senyumnya. Ibu Dita terlihat sangat bersemangat.
“Sudah
berkumpul semuanya?”, tanya Ibu Dita sambil terlihat tengah menghitung jumlah
kami.
“Baiklah, Ibu akan langsung saja kalian akan
sangat sibuk dalam dua minggu ini”., kata Ibu Dita sambil membagi-bagikan
kertas. “Kita akan membuktikan pada semua bahwa kita bisa, bahwa kita juga bisa
membanggakan SMK Nazaret”
Ternyata
Ibu Dita membagikan kertas selebaran seperti yang diperlihatkan Adam kemarin.
Teman-teman ku yang lain terlihat sangat antusias dengan kabar ini. Tanpa
berlama-lama kami pun bersama-sama mendiskusikan lagu dan konsep yang akan kami
tampilkan untuk lomba nanti.
Sekitar
setengah jam berdiskusi kami pun berhasil mendapatkan lagu yang tepat. Mulai
hari ini kami akan berlatih dengan intensif untuk hasil yang terbaik. Karena
bel tanda masuk telah berdering kami pun berencana akan memulai latihan besok
sore.
“Ingat
anak-anak lagu kita jangan sampai ada yang tahu, kalian harus berhati-hati”,
pesan Ibu Dita sebelum meninggalkan ruangan.
“Aku
akan berlatih yang rajin agar bisa tampil maksimal di lomba nanti”, kata Juli.
“Yang
terpenting juga kita harus menjaga kekompakkan, jangan sampai ada masalah
diantara kita yang mengganggu konsentrasi kita untuk lomba nanti”, sambung
Danang.
“Iya
Danang benar, jangan lupa juga untuk menjaga kesehatan diri masing-masing!”,
kata Olga.
“Juga
menjaga agar tetap terlihat tampan!”, Faris berceletuk.
“Huhhhhhh”,
kami semua menyorakinya.
Sore
harinya kami berkumpul tepat pukul empat di rumah Ibu Dita. Sebenarnya kami
bisa saja berlatih di sekolah. Namun untuk menjaga kerahasiaan lagu kami agar
sebisa mungkin berbeda dengan lagu peserta lain kami sepakat berlatih di rumah
Ibu Dita. Nama grup kami telah di daftarkan Ibu Dita ke panitia lomba siang
tadi. Oleh Ibu Dita grup kami diberi nama Nebula.
“Apa
itu nebula bu?”, tanya Leo.
“Sekelompok
bintang di langit yang nampak seperti kabut bercahaya”.
“Kenapa
nebula bu?”, kali ini Adam yang bertanya.
“Nama
ini mudah diingat dan ibu berharap kalian nantinya akan menajadi sekelompok
bintang yang bercahaya itu”.
Kami
semua tersenyum menandakan setuju dengan nama nebula.
Kesempatan
sore hari ini kami gunakan untuk melakukan pembagian vokal dan juga posisi.
Untuk kostum sudah diserahkan kepada Olga dan Juli yang merupakan siswa tata
busana untuk mendesain kostum kami. Jadi kami hanya difokuskan kepada lagu,
vokal dan kekompakan kami di atas panggung.
Kami
berlatih sekitar dua jam. Aku cukup puas dengan hasil latihan pertama ini. Aku
lihat jam tangan ku telah menunjukkan pukul enam lebih lima menit. Aku pun
segera pamit untuk pulang. Beberapa teman ku ada yang masih menunggu di jemput.
“Ibu
kami pulang duluan ya .. teman-teman aku sama Thella duluan ya .. “, kata
Danang sembari menyalami teman-teman satu per satu.
“Hati-hati
di jalan”, kata Ibu Dita.
Aku
dan Danang tinggal di komplek perumahan yang sama. Hanya berbeda beberapa blok
saja. Sejak sekolah menengah pertama aku selalu pergi dan pulang sekolah
bersama Danang.
Kurang
lebih dua puluh menit aku sampai di rumah. Danang juga langsung pulang ke
rumahnya. Biasanya ia singgah untuk sekedar bermain game online bersama Bang Reza.
“Assalamualaikum
… “, aku mengucapkan salam.
“Walaikumsalam
warahmatullahi wabarakatuh .. Dari mana saja kamu Thella?”, tanya Eyang.
“Dia
latihan paduan suara eyang”. Aku kaget melihat ada Ririn sepupu yang sejak
kecil tidak pernah akur dengan ku yang juga satu sekolah dengan ku.
“Apa?
Paduan suara ? Sudah berapa kali eyang bilang kamu tidak boleh bernyanyi. Kamu
mau seperti ayah kamu? Jadi penyanyi kafe? Kamu lihat pakah dia bisa mencukupi
kebutuhan keluarga kamu? Apa dengan itu keluarga kalian bisa mapan? Kalau punya
cita-cita jangan seperti ayah mu! Cita-cita kok
jadi artis. Kalau bukan bantuan dari keluarga Ririn kalian tidak bisa tinggal
di rumah ini!”
“Tapi
bernyanyi itu hanya sekedar hobi eyang”
“Tidak
ada alasan ! Kamu tahu nilai kamu itu jelek semua! Kamu sibuk latihan menyanyi
untuk lomba tapi tidak pernah mendapat juara. Sebentar lagi kamu akan mengikuti
ujian kamu harus fokus belajar”.
“Eyang
selalu mempermasalahkan ayah dan menyalahkan ayah. Alasan eyang tidak bisa aku
terima. Maaf eyang”. Aku lalu berlari masuk ke kamar ku.
Ini
baru hari pertama aku latihan dan eyang mulai lagi dengan kebiasaannya
mengatur-ngatur hidupku. Lebih kesal lagi karena Ririn menggagalkan semuanya.
Aku berencana untuk menutupi ini semua dari eyang. Ahh! Anak itu memang selalu
menghancurkan mimpi-mimpi ku sejak dulu.
L
L
L
Dua
hari lagi pelaksanaan lomba. Aku semakin berdebar-debar saja. Kostum sudah
siap. Persiapan kami sudah sekitar 98 %. Yang 2 % lagi adalah persiapan mental menghadapi
lawan-lawan kami yang merupakan juara-juara di tahun-tahun sebelumnya.
“Teman-teman!”,
seru Olga menghampiri kami yang tengah berkumpul di kantin.
“Kenapa
Ga?”
“Oxa!
Oxa kecelakaan!”
“Hah?
Kok bisa?”, tanya Faris.
“Jadi
tadi dia izin keluar untuk membeli sayuran, hari ini dia praktek memasak dan
aku tidak tahu bagaimana hingga ia bisa kecelakaaan ..”
“Jadi
sekarang dia dimana?”, tanya Leni.
“Kata
Ibu Dita dia sekarang sudah ada di rumah sakit”.
“Kita
tidak bisa menjenguk dia sekarang, bagaimana kalau pulang sekolah kita semua
langsung sama-sama kesana?”, Juli memberi usul.
Kami
semua menggangguk.
Pulang
sekolah kami langsung menuju rumah sakit. Oxa sudah dipindahkan ke kamar inap.
Ia tampak lemah. Tangan dan kakinya di perban. Aku tidak tega melihatnya. Dua
hari pelaksanaan lomba dan salah satu dari kami kecelakaan. Juga eyang yang
setiap hari mengawasi ku di rumah. Aku harus sering berbohong agar bisa
mengikuti latihan. Kadang-kadang aku juga terpaksa tidak ikut berlatih karena
eyang. Untung saja teman-teman ku mau mengerti.
“Kalian
jangan sedih begitu .. Oxa tidak apa-apa kok .. kata dokter malam ini Oxa sudah
boleh pulang”.
“Ia
Oxa .. kamu istirahat saja yang banyak”, kata ku semabri mengusap kepalanya.
Hari
ini kami tidak latihan sebagai rasa turut berbela sungkawa atas kecelakaan yang
menimpa Oxa. Tidak lama telepon genggam ku berdering. Rupanya telepon dari
mama.
“Ada
apa ma?”.
“Kamu
pulang sekarang! Eyang kamu sakit!”
Aku
lalu segera mengajak Danang untuk mengantar ku pulang. Eyang memilki riwayat
penyakit stroke, aku khawatir terjadi sesuatu padanya. Walaupun kadang-kadang
eyang menyebalkan namun aku tetap sayang padanya, karena aku tidak mau
kehilangan orang yang aku sayang untuk yang kedua kalinya.
L
L
L
Hari
ini pelaksanaan lomba dan eyang meminta ku untuk tidak boleh pergi kemana pun.
Eyang ingin semua anak dan cucunya berkumpul. Oxa masih sakit dan tinggalah
kami hanya delapan orang. Rima menjadi personil baru untuk melengkapi jumlah
kami karena syarat minimal peserta adalah sepuluh orang. Dua hari yang lalu
Ecca juga bergabung untuk menggantikan Oxa. Jika aku tidak boleh pergi maka
nebula akan kalah sebelum bertanding.
Aku
bingung. Keadaan eyang semakin buruk saja. Aku takut terjadi sesuatu bila aku
membuatnya marah dengan tetap pergi meninggalkannya. Aku menelepon Ibu Dita dan
ia terdengar panik.
“Thella
kamu tahu Ecca mendadak mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas”
“Kamu
pergi lah Thella buat eyang bangga!”, kata eyang mengejutkan ku.
Aku
tersenyum. Aku mencium keningnya. Lalu segera berlari mengambil tas ku. Lomba
akan dimulai setengah jam lagi. Aku meminta Bang Reza untuk mengantarkan ku ke
tempat lomba. Aku bahagia sekali. Tapi tanpa Oxa akan kah kami dapat tetap
mengikuti lomba?
Ibu
Dita langsung menarik tangan ku menuju ruang ganti. Aku segera berganti kostum
dan betapa bahagianya aku ketika ku lihat Oxa tampak cantik dengan gaun yang ia
kenakan meski ia harus duduk di kursi roda karena kakinya yang belum sembuh
benar. Aku memeluknya sambil menangis terharu.
“Terimakasih
ya Allah”, gumamku dalam hati.
Nebula
mendapat nomor urut dua. Sembari menanti giliran kami, kami menyempatkan diri
untuk berlatih sebentar.
“Nebula
… semangat!!!!!”, seru kami semua.
Kami
naik ke panggung. Oxa dibantu Faris, Adam, Danang dan Leo juga naik ke panggung.
Jantungku berdebar-debar melihat banyak orang yang menonton kami. Semua mata
tertuju pada kami. Aku lihat di barisan penonton paling depan ada eyang , mama
dan keluarga ku yang lain. Aku tidak tahu kapan mereka datang yang jelas aku
menjadi semakin bersemangat.
“Kita
saksikan inilah dia Nebula dari SMK Nazaret!!”
“Terpujilah Tuhan Maha
Kuasa telah kau ciptakan Indonesia raya, negeri yang indah penuh pesona bangsa
yang ramah berbudi bahasa”. Aku mendapat giliran pertama
menyanyikan lagu himne bahasa Indonesia yang merupakan lagu yang diciptakan
oleh Ibu Puji Astuti guru bahasa Indonesia
SMK Negeri 5 Pontianak yang mengizinkan kami menyanyikan lagunya.
Riuh
tepuk tangan penonton membuat hati ku bergetar. Selanjutnya Oxa dan kami semua
menyelesaikan tugas kami yang aku rasa sudah cukup maksimal.
“Beri
tepuk tangan yang meriah untuk Nebula!!!”
Aku
tidak berhenti tersenyum. Di belakang panggung keluarga ku telah menunggu ku.
Aku memeluk mereka semua. Aku sudah tidak perduli lagi siapa yang akan menjadi
pemenang nantinya. Karena aku sudah merasa menjadi pemenang sekarang.
Akhirnya
tibalah pengumuman pemenang. Ini saat-saat yang paling mendebarkan bahkan lebih
mendebarkan dari saat-saat akan naik panggung tadi. Tanpa berlama-lama
perwakilan dewan juri langsung membacakan juara kedua terlebih dahulu. Ternyata
dari SMK Muara Indonesia. Sang tuan rumah yang berulang tahun. Aku masih
menaruh harapan untuk mendapat juara satu atau minimal tiga.
“Juara
tiga jatuh kepada SMK … SMK … SMK Nazaret dengan nama grup nebula!!”
Aku
langsung sujud syukur. Walaupun belum berhasil mendapatkan juara pertama namun
aku tetap bangga karena jalan yang aku dan teman-teman ku lalui tidak lah
mudah.
“Tetap
semangat Ibu bangga pada kalian semua!!”
“Eyang
sangat bangga pada mu sayang, maafkan eyang ya ..”
Aku
menangis dan tidak dapat berkata-kata. Kami semua saling berpelukan. Kami
berhasil membuat ekskul kami tidak jadi dihapuskan dan aku berhasil membuktikan
pada eyang bahwa aku juga bisa berprestasi.
“NEBULA
… Jaya!!!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar